Selasa, 30 November 2010

Drakula, Fakta Yang Dilupakan Umat Islam

fakta dracula,drakulaSelama ini dia hanya dikenal sebagai tokoh fiksi siluman haus darah dalam novelnya Bram Stoker. Padahal dia adalah tokoh nyata, seorang panglima Perang Salib yang membantai lebih dari 300 ribu umat Islam di Wallachia. Selama ini dia hanya dikenal sebagai tokoh fiksi siluman haus darah dalam novelnya Bram Stoker. Padahal dia adalah tokoh nyata, seorang panglima Perang Salib yang membantai lebih dari 300 ribu umat Islam di Wallachia

Wallachia, sekarang bagian dari Rumania. Pada abad pertengahan. Pemerintah Rumania menganggapnya sebagai pahlawan nasional, karena kematiannya dalam perang melawan Islam. Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Ayahnya bernama Basarab (Vlad II), yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul, karena keanggotaannya dalam Orde Naga. Dalam bahasa Rumania, “Dracul” berarti naga. Sedangkan akhiran “ulea” artinya “anak dari”. Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad Draculea ( dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang berarti anak dari sang naga.

Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada di medan perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal sosok sang Ibu, Cneajna, seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia. Sang ibu memang memberikan kasih sayang dan pendidikan bagi Dracula. Namun itu tidak mencukupi untuk menghadapi situasi mencekam di Wallachia saat itu. Pembantaian sudah menjadi tontonan harian. Seorang raja yang semalam masih berkuasa, di pagi hari kepalanya sudah diarak keliling kota oleh para pemberontak.

Sebuah Film Bertema Dracula!

Pada usia 11 tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki. Hal ini dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan Turki Ustmani yang telah membantunya merebut tahta Wallachia dari tangan Janos Hunyadi. Selama di Turki, kakak beradik ini memeluk agama Islam, bahkan mereka juga sekolah di madrasah untuk belajar ilmu agama. Tak seperti adiknya yang tekun belajar, Dracula justru sering mencuri waktu untuk melihat eksekusi hukuman mati di alun-alun. Begitu senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di ujung tombak. Sampai-sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, maka dia segera menangkap burung atau tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak kecil sampai mati.

Dengan status muslimnya, Dracula mempunyai kesempatan belajar kemiliteran pada para prajurit Turki yang terkenal andal dalam berperang. Dalam waktu singkat dia bisa menguasai seni berperang Turki, bahkan melebihi prajurit Turki lainnya. Hal ini menarik perhatian Sultan Muhammad II ( di Eropa disebut Sultan Mehmed II). Hingga pada tahun 1448 M, menyusul kematian Ayah dan kakaknya, Mircea, yang dibunuh dalam kudeta yang diorganisir Janos Hunyadi, Kerajaan Turki mengirim Dracula untuk merebut Wallachia dari tangan salib Kerajaan Honggaria. Saat itu Dracula berusia 17 tahun.

Aksi Biadab Dracula

Dengan bantuan Turki Dracula dapat merebut tahta Wallachia. Setelah itu, sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan menyisakan sebagian kecil di Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula murtad dan berkhianat. Dia menyatakan memisahkan diri dari Turki. Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia ditangkapi. Setelah beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka diarak telanjang bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota. Di tempat ini seluruh sisa prajurit Turki dieksekusi dengan cara disula. Yakni dengan ditusuk duburnya dengan balok runcing sebesar lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.

Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia dari tangan Dracula. Namun pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali berkuasa di Wallachia. Masa pemerintahannya kali ini adalah masa-masa teror yang sangat mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan hanya umat Islam yang tinggal di Wallachia, tapi juga para tuan tanah dan rakyat Wallachia yang beragama Khatolik.

Di hari Paskah tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan tuan tanah beserta keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan makan. Setelah semuanya selesai makan, dia memerintahkan semua orang yang ada ditempat itu ditangkap. Para bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh dengan cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng untuk kepentingan darurat di kota Poenari, di tepi sungai Agres. Sejarawan Yunani, Chalcondyles, memperkirakan jumlah semua tahanan mencapai 300 kepala keluarga. Terdiri dari laki-laki dan perempuan, orang tua, bahkan anak-anak.

Aksi Dracula terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi. Selama masa kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam dibantainya. Berikut sejumlah peristiwa yang digunakan Dracula sebagai ajang pembantaian umat Islam:

Pembataian terhadap prajurit Turki di ibu kota Wallachia, Tirgoviste. Ini terjadi pada awal kedatangannya di sana, setelah mengumumkan perlawanannya terhadap Turki.

Pada 1456, Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki yang sedang menimba ilmu pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi dan ditelanjangi, lalu diarak keliling kota yang akhirnya masukkan ke dalam sebuah aula. Aula tersebut lalu dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.

Aksi brutal lainnya, adalah pembakaran para petani dan fakir miskin Muslim Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para petani dan fakir miskin ini dikumpulkan dalam jamuan makan malam di salah satu ruangan istana. Tanpa sadar mereka dikunci dari luar, kemudian ruangan itu dibakar.

Dendam Dracula terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk menyambut hari peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan pasukannya untuk menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia. Dalam waktu sebulan terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta keluarganya. Para pedagang yang ditawan ditelanjangi lalu digiring menuju lapangan penyulaan. Lalu mereka disula satu persatu.

Aksi kejam lainnya adalah dengan menyebar virus penyakit mematikan ke wilayah-wilayah yang didiami kaum Muslimin. Dia juga memerintahkan pasukannya meracuni Sungai Danube. Ini adalah taktik Dracula untuk membunuh pasukan Turki yang membangun kubu pertahanan di selatan Sungai Danube.

Hutan Mayat Yang Tersula

Pada 1462 M, Sultan Turki, Muhammad II mengirim 60 ribu pasukan untuk menangkap Dracula hidup atau mati. Pemimpin pasukan adalah Radu, adik kandung Dracula. Mengetahui rencana serangan ini, Dracula menyiapkan aksi terkejamnya untuk menyambut pasukan Turki.

Sepekan sebelum penyerangan, dia memerintahkan pasukannya untuk memburu seluruh umat Islam yang tersisa di wilayahnya. Terkumpullah 20 ribu umat Islam yang terdiri dari pasukan Turki yang tertawan, para petani, dan rakyat lainnya. Selama empat hari mereka digiring dengan telanjang bulat dari Tirgoviste menuju tepi Sungai Danube. Dua hari sebelum pertempuran, para tawanan disula secara masal di sebuah tanah lapang. Mayat-mayat tersula tersebut kemudian diseret menuju tepi sungai. Lalu dipancang di kiri dan kanan jalan, yang membentang sejauh 10 km untuk menyambut pasukan Turki.

Pemandangan mengerikan ini hampir membuat pasukan Turki turun mental. Namun semangat mereka kembali bangkit saat melihat sang Sultan begitu berani menerjang musuh. Mereka terus merangsek maju, mendesak pasukan Dracula melewati Tirgoviste hingga ke Benteng Poenari.

Pasukan Turki yang dipimpin Radu berhasil mengepung Benteng Poenari. Merasa terdesak, isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari salah satu menara benteng. Sedang Dracula melarikan diri ke Honggaria melalui lorong rahasia. Hingga tahun 1475 M Wallachia dikuasai oleh Kerajaan Turki, sebelum akhirnya direbut kembali oleh Dracula yang disokong pasukan salib dari Transylvania dan Moldavia.

Dracula tewas dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan Muhammad II di tepi Danau Snagov, pada Desember 1476. Kepala Dracula dipenggal, kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada rakyat Turki. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para biarawan.

Sejarah Lahirnya Islam di Indonesia


Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan berkembang di Tanah Arab. Pendirinya ialah Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan manusia berada pada titik terendah. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela.
Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Muhammad mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya.
Setelah Muhammad wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan Islam dilanjutkan oleh para kalifah yang ditunjuk Muhammad.
Sampai tahun 750, wilayah Islam telah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia, Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Pada masa ini yang memerintah ialah Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.
Pada tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian memerintah sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak banyak dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat perdagangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan ini mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran Islam dilakukan secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena Islam mengatur hubungan manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
a. Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia
maupun para pedagang Indonesia.
Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
b. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
c. Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
3. Kapan dan dari mana Islam Masuk Indonesia
Sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia. Namun demikian, kapan tepatnya Islam hadir di Nusantara?
Masuknya Islam ke Indonesia  menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.

cerita indah

Islam di Papua, Sejarah yang Terlupakan




Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya?

Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumetera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!

Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris).

Berikut catatan Ali Atwa, wartawan Majalah Suara Hidayatullah dan juga penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)” tentang Islam di Bumi Cenderawasih bagian pertama:

Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara: Pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.


Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sanggat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.

Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.

Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840.

Perkembangan agama Islam bertambah pesar pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai (1042), Kerajaan Islam Aceh (1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah (1184), Kerajaan Islam Darussalam(1511).

Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin banten.

Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pula Madura agama Islam berkembang.

Pada pertengahan abad ke-16 penduduk Minangkabau memeluk Islam begitu juga di Gayo Sumatera Utara. Ketika Sultan Malaka terakhir diusir oleh Portugis, ia menetap di Pulau Bintan, yang kala itu sudah menjadi negeri Islam (1511).

Pada tahun 1514, sebagian penduduk Brunai di Kalimantan sudah memeluk agama Islam. Bahkan pada tahun 1541, raja Brunai sendiri masuk Islam. Di Kalimantan Barat, Sambar, yang menjadi bawahan negeri johor, penduduknya sudah masuk Islam pada pertengahan abad ke-16. Di bagian selatan Kalimantan yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Kejaraan Majapahit, setelah Majapahit ditaklukan oleh Kerajaan Islam Demak. Masuknya Islam di Banjarmasin sekitar tahun 1550, dan pada tahun 1620 di Kotawaringin telah terdapat seorang raja yang memeluk agama Islam.

Pada tahun 1600 Kerajaan Pasir dan Kutai telah menjadi daerah Islam. Seabad kemudian menyusul Kerajaan Berau dan Bulungan. Di Sulawesi raja Goa tahun 1603 masuk Islam. Selanjutnya raja Goa mengislamkan daerah-daerah di sekitarnya seperti Bone [1606], Soppeng [1609], Bima (1626), Sumbawa (1626) juga Luwu, Palopo, mandar, Majene menjadi daerah Islam.

Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan abad ke -16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan raja Ternate, raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Terus ke timur di kepulauan Maluku pada mula abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam yakni Kerajaan Bacan. Muballigh dari kerajaan Ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur perdagangan.

Sejak Zaman Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.

Apalagi dengan diketemukanya data artefakt yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sikitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.

Situs Islam di Troloyo sudah dikenal sejak abad XIX, namun para ilmuwan meragukan kepentingan nisan-nisan itu sebagai salah satu sumber primer yang penting berkaitan dengan islamisasi di Jawa.

L.W.C. van den Berg, pada laporannya tertanggal 1 Februari 1887 tentang data epigrafi Arab di Situs Troloyo meragukan keasliannya, karena tulisan Arabnya yang kasar dan banyak salah tulis. Selanjutnya ia berpendapat bahwa inskripsi Arabnya sengaja ditambahkan kemudian pada artefak yang berisi tahun saka itu (Damais, 1957:365).

Pendapat lain dikemukakan oleh Veth, yang memperkirakan bahwa nisan-nisan tersebut berasal dari bagu candi. N.J. Krom menyatakan sittus Troloyo tidak mempunyai nilai arkeologis(Krom, 1923:184).

Sikap para sarjana terhadap temuan di Troloyo tersebut mulai berubah sejak tahun 1942. W.F. Stuterheim yang menjabat sebagai kepala Oudheidkundig Diens, menjelang penduddukan Jepang di Indonesia mengajak L.C. Damais ke Situs Troloyo. Stuterhem mengharapkan temuan Damais, yang seorang antropolog berkebangsaan Perancis itu akan menambah pengetahuan baru dalam arkeologi Islam. Hasil penelitian Damais itu baru dipublikasikan pada tahun 1957.

Dari hasil penelitian Damais didapat pandangan yang menarik karena di sana didapati suatu interaksi antara komunitas Muslim saat itu dengan para penganut Hindu-Budha di bawah pemerintahan Majapahit.


Kesimpulan tersebut didasarkan atas studi huruf Jawa kuno dalam konteks makam Islam di daerah Troloyo tertulis tahun 1368-1611M. Kajian tentang huruf yang terdapat pada nisan Islam di Troloyo tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk angka Jawa kuno dipengaruhi oleh bentuk tulisan Arab yang serba tebal dan besar.

Kajian oleh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan bahwa telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha-Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Melalui data-data tersebut, Habib ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga malaysia, Brunei Darussalam, hingga di seluruh kepulauan Papua.

Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Se-zaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalar perdagangan Nusantara.

Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:

"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".

"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".

Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.

Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.

Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran

Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

....Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana

Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore.

Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.

Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.

Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku"

Tentang masuk dan berkembangnya syi'ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian..."


Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua).” (Hidayatullah)
BAGIAN KEEMPAT: MUHAMMAD DARI PERKAWINAN SAMPAI MASA KERASULANNYA (1/2)
Muhammad Husain Haekal
Perawakan dan sifat-sifat Muhammad - Penduduk Mekah membangun Ka'bah - Putusan Muhammad tentang Hajar Aswad - Pemikir-pemikir Quraisy dan paganisma - Putera-puteri Muhammad - Kematian putera-puterinya - Perkawinan putera-puterinya - Kecenderungan Muhammad menyendiri - Menjauhi dosa ke Gua Hira'- Mimpi Hakiki - Wahyu pertama.
Dengan duapuluh ekor unta  muda  sebagai  mas  kawin  Muhammad melangsungkan  perkawinannya itu dengan Khadijah. Ia pindah ke rumah  Khadijah  dalam  memulai  hidup  barunya   itu,   hidup suami-isteri  dan  ibu-bapa,  saling  mencintai  cinta sebagai pemuda berumur duapuluh lima tahun. Ia  tidak  mengenal  nafsu muda yang tak terkendalikan, juga ia tidak mengenal cinta buta yang dimulai  seolah  nyala  api  yang  melonjak-lonjak  untuk kemudian  padam  kembali.  Dari  perkawinannya  itu ia beroleh beberapa orang anak, laki-laki dan perempuan.  Kematian  kedua anaknya,  al-Qasim  dan  Abdullah  at-Tahir  at-Tayyib1  telah menimbulkan rasa duka yang dalam sekali. Anak-anak yang  masih hidup   semua   perempuan.   Bijaksana   sekali   ia  terhadap anak-anaknya dan sangat lemah-lembut. Merekapun  sangat  setia dan hormat kepadanya.

Paras  mukanya  manis  dan  indah,  Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek, dengan bentuk kepala yang besar,  berambut  hitam  sekali  antara  keriting  dan  lurus. Dahinya lebar dan rata di atas  sepasang  alis  yang  lengkung lebat  dan  bertaut,  sepasang  matanya  lebar  dan  hitam, di tepi-tepi putih matanya agak ke  merah-merahan,  tampak  lebih menarik  dan  kuat:  pandangan matanya tajam, dengan bulu-mata yang hitam-pekat. Hidungnya halus dan  merata  dengan  barisan gigi  yang  bercelah-celah.  Cambangnya lebar sekali, berleher panjang dan  indah.  Dadanya  lebar  dengan  kedua  bahu  yang bidang.  Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kakinya yang tebal.

Bila  berjalan  badannya  agak  condong   kedepan,   melangkah cepat-cepat  dan  pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh  pikiran,  pandangan  matanya  menunjukkan   kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.

Dengan  sifatnya  yang  demikian itu tidak heran bila Khadijah cinta dan patuh kepadanya, dan tidak  pula  mengherankan  bila Muhammad  dibebaskan  mengurus  hartanya  dan dia sendiri yang memegangnya  seperti  keadaannya  semula   dan   membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir dan berenung.

Muhammad  yang telah mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah itu berada dalam  kedudukan  yang  tinggi  dan harta  yang  cukup. Seluruh penduduk Mekah memandangnya dengan rasa gembira dan hormat. Mereka  melihat  karunia  Tuhan  yang diberikan  kepadanya  serta  harapan akan membawa turunan yang baik  dengan  Khadijah.  Tetapi  semua  itu  tidak  mengurangi pergaulannya  dengan  mereka.  Dalam  hidup  hari-hari  dengan mereka partisipasinya tetap seperti sediakala. Bahkan ia lebih dihormati  lagi  di  tengah-tengah  mereka  itu. Sifatnya yang sangat  rendah  hati  lebih  kentara  lagi. Bila ada yang mengajaknya  bicara  ia  mendengarkan  hati-hati  sekali tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan kepada yang mengajaknya  bicara,  bahkan  ia rnemutarkan seluruh badannya. Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak ia  mendengarkan.  Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu iapun tidak melupakan ikut membuat humor  dan  bersenda-gurau,  tapi yang  dikatakannya  itu  selalu  yang  sebenarnya.  Kadang  ia tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai  tampak  kemarahannya,  hanya  antara  kedua  keningnya tampak sedikit berkeringat. Ini  disebabkan  ia  menahan  rasa amarah  dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada,  berkemauan  baik  dan menghargai  orang  lain.  Bijaksana  ia,  murah hati dan mudah bergaul. Tapi  juga  ia  mempunyai  tujuan  pasti,  berkemauan keras,   tegas  dan  tak  pernah  ragu-ragu  dalam  tujuannya. Sifat-sifat   demikian   ini   berpadu   dalam   dirinya   dan meninggalkan  pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia.  Bagi  orang  yang  melihatnya  tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergaul dengan dia akan timbul rasa cinta kepadanya.

Alangkah  besarnya  pengaruh   yang   terjalin   dalam   hidup kasih-sayang  antara  dia  dengan Khadijah sebagai isteri yang sungguh setia itu.

Pergaulan Muhammad dengan penduduk Mekah tidak terputus,  juga partisipasinya  dalam  kehidupan  masyarakat  hari-hari.  Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir  besar yang   turun   dari  gunung,  pernah  menimpa  dan  meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah rapuk. Sebelum itupun pihak  Quraisy  memang  sudah memikirkannya. Tempat yang tidak beratap itu menjadi sasaran  pencuri  mengambil  barang-barang berharga  di  dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut; kalau bangunannya  diperkuat,  pintunya   ditinggikan   dan   diberi beratap,  dewa  Ka'bah  yang  suci itu akan menurunkan bencana kepada  mereka.  Sepanjang  zaman  Jahiliah   keadaan   mereka
diliputi   oleh   pelbagai   macam   legenda   yang  mengancam barangsiapa yang berani mengadakan sesuatu  perubahan.  Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.

Tetapi  sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih serba  takut-takut  dan ragu-ragu.  Suatu  peristiwa  kebetulan  telah  terjadi sebuah kapal milik seorang pedagang Rumawi bernama Baqum2 yang datang dari  Mesir  terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum ini seorang  ahli  bangunan   yang   mengetahui   juga   soal-soal perdagangan.   Sesudah   Quraisy   mengetahui  hal  ini,  maka berangkatlah al-Walid bin'l-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy  ke  Jidah.  Kapal itu dibelinya dari pemiliknya, yang sekalian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke  Mekah guna   membantu   mereka   membangun   Ka'bah  kembali.  Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan  bekerja  dengan  mendapat  bantuan Baqum.

Sudut-sudut  Ka'bah  itu oleh Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak  dan  dibangun kembali.  Sebelum  bertindak  melakukan  perombakan itu mereka masih  ragu-ragu,  kuatir  akan  mendapat  bencana.   Kemudian al-Walid   bin'l-Mughira tampil   ke  depan  dengan  sedikit takut-takut. Setelah ia berdoa kepada  dewa-dewanya  mulai  ia merombak   bagian   sudut   selatan  Tinggal   lagi   orang menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan  nanti  terhadap al-Walid.  Tetapi  setelah  ternyata  sampai  pagi tak terjadi apa-apa, merekapun  ramai-ramai  merombaknya  dan  memindahkan batu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.

Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat di situ  dengan  pacul  tidak  berhasil,  dibiarkannya  batu  itu sebagai fondasi bangunan. Dan gunung-gunung sekitar tempat itu sekarang  orang-orang  Quraisy  mulai  mengangkuti   batu-batu granit  berwarna  biru,  dan  pembangunanpun  segera  dimulai. Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan  tiba  saatnya meletakkan  Hajar  Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan  Quraisy, siapa  yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan  itu  sehingga hampir   saja   timbul   perang  saudara  karenanya.  Keluarga Abd'd-Dar  dan  keluarga  'Adi  bersepakat  takkan  membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar
ini. Untuk itu  mereka  mengangkat  sumpah  bersama.  Keluarga Abd'd-Dar  membawa  sebuah  baki  berisi  darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna  memperkuat  sumpah  mereka. Karena  itu  lalu  diberi  nama  La'aqat'd-Dam, yakni 'jilatan darah.'

Abu Umayya bin'l-Mughira dari Banu Makhzum, adalah orang  yang tertua  di  antara  mereka,  dihormati  dan  dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:

"Serahkanlah putusan kamu ini di  tangan  orang  yang  pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."

Tatkala  mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin; kami dapat menerima keputusannya."

Lalu   mereka  menceritakan  peristiwa  itu  kepadanya.  Iapun mendengarkan  dan  sudah  melihat  di   mata   mereka   betapa berkobarnya  api  permusuhan  itu.  Ia berpikir sebentar, lalu katanya:  "Kemarikan  sehelai  kain,"  katanya.  Setelah  kain dibawakan   dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya  dengan  tangannya  sendiri,  kemudian  katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini."

Mereka  bersama-sama  membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan  meletakkannya  di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.

Quraisy  menyelesaikan   bangunan   Ka'bah   sampai   setinggi delapanbelas  hasta  (±  11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau  melarang orang  masuk.  Di  dalam  itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat  sebelah  dalam  dipasang sebuah  tangga  naik  sampai  ke teras di atas lalu meletakkan Hubal  di  dalam  Ka'bah.  Juga  di  tempat   itu   diletakkan barang-barang  berharga  lainnya,  yang  sebelum  dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.

Mengenai umur Muhammad waktu  membina  Ka'bah  dan  memberikan keputusannya   tentang  batu  itu,  masih  terdapat  perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan berumur duapuluh lima tahun. Ibn Ishaq berpendapat umurnya tigapuluh lima tahun. Kedua pendapat itu baik yang pertama atau yang kemudian, sama saja; tapi yang jelas  cepatnya  Quraisy menerima ketentuan orang yang pertama memasuki pintu Shafa,  disusul  dengan  tindakannya  mengambil batu  dan  diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka'bah,  menunjukkan  betapa tingginya  kedudukannya dimata penduduk Mekah, betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar.

Adanya   pertentangan   antar-kabilah,   adanya   persepakatan La'aqat'd-Dam   ('Jilatan  Darah'),  dan  menyerahkan  putusan kepada barangsiapa mula-mula memasuki pintu Shafa, menunjukkan bahwa kekuasaan di Mekah sebenarnya sudah jatuh.

Kekuasaan   yang   dulu   ada   pada   Qushayy,   Hasyim   dan Abd'l-Muttalib sekarang sudah tak ada lagi. Adanya pertentangan  kekuasaan antara  keluarga  Hasyim dan keluarga Umayya   sesudah   matinya   Abd'l-Muttalib    besar    sekali pengaruhnya.

Dengan jatuhnya kekuasaan demikian itu sudah wajar sekali akan membawa akibat buruk terhadap Mekah, kalau saja  tidak  karena adanya  rasa  kudus dalam hati semua orang Arab terhadap Rumah Purba itu. Dan jatuhnya kekuasaan itupun membawa akibat secara wajar  pula,  yakni  menambah  adanya kemerdekaan berpikir dan kebebasan  menyatakan  pendapat,  dan  menimbulkan  keberanian pihak  Yahudi  dan  kaum Nasrani mencela orang-orang Arab yang masih menyembah berhala itu - suatu hal yang tidak akan berani mereka  lakukan  sewaktu masih ada kekuasaan. Hal ini berakhir dengan  hilangnya  pemujaan  berhala-berhala  itu  dalam  hati penduduk  Mekah  dan  orang-orang  Quraisy  sendiri,  meskipun pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin Mekah masih memperlihatkan adanya pemujaan dan penyembahan demikian itu. Sikap mereka ini sebenamya berasalan sekali; sebab mereka melihat, bahwa  agama yang  berlaku  itu  adalah  salah  satu alat yang akan menjaga
ketertiban  serta  menghindarkan  adanya  kekacauan  berpikir. Dengan  adanya  penyembahan-penyembahan  berhala dalam Ka'bah, ini merupakan jaminan bagi Mekah sebagai pusat  keagamaan  dan perdagangan.   Dan   memang  demikianlah  sebenarnya,  dibalik kedudukan  ini  Mekah  dapat  juga  menikmati  kemakmuran  dan hubungan  dagangnya.  Akan  tetapi  itu  tidak  akan  mengubah hilangnya pemujaan berhala-berhala dalam hati penduduk Mekah.

Ada beberapa keterangan yang  menyebutkan,  bahwa  pada  suatu hari  masyarakat  Quraisy sedang berkumpul di Nakhla merayakan berhala  'Uzza;  empat  orang  di  antara   mereka   diam-diam meninggalkan  upacara  itu.  Mereka  itu  ialah: Zaid b. 'Amr, Usman bin'l-Huwairith, 'Ubaidullah  b.  Jahsy  dan  Waraqa  b. Naufal.

Mereka  satu sama lain berkata: "Ketahuilah bahwa masyarakatmu ini tidak punya tujuan; mereka dalam  kesesatan.  Apa  artinya kita  mengelilingi  batu  itu: memdengar tidak, melihat tidak, merugikan tidak,  menguntungkanpun  juga  tidak.  Hanya  darah korban  yang  mengalir  di  atas  batu  itu.  Saudara-saudara, marilah kita mencari agama lain, bukan ini."

Dari antara mereka itu kemudian Waraqa menganut agama Nasrani. Konon  katanya  dia  yang menyalin Kitab Injil ke dalam bahasa Arab. 'Ubaidullah b. Jahsy  masih  tetap  kabur  pendiriannya. Kemudian  masuk  Islam dan ikut hijrah ke Abisinia. Di sana ia pindah menganut agama Nasrani sampai matinya. Tetapi isterinya -  Umm  Habiba  bint  Abi  Sufyan  - tetap dalam Islam, sampai kemudian  ia   menjadi   salah   seorang   isteri   Nabi   dan Umm'l-Mu'minin.

Zaid  b.  'Amr  malah pergi meninggalkan isteri dan al-Khattab pamannya. Ia menjelajahi Syam dan Irak, kemudian kembali lagi. Tetapi  dia  tidak  mau menganut salah satu agama, baik Yahudi atau Nasrani. Juga dia meninggalkan  agama  masyarakatnya  dan menjauhi  berhala.  Dialah  yang  berkata, sambil bersandar ke dinding Ka'bah: "Ya Allah, kalau aku mengetahui,  dengan  cara bagaimana  yang  lebih  Kausukai  aku  menyembahMu, tentu akan kulakukan. Tetapi aku tidak me ngetahuinya."

Usman bin'l-Huwairith, yang masih berkerabat dengan  Khadijah, pergi  ke  Rumawi Timur dan memeluk agama Nasrani. Ia mendapat kedudukan yang baik pada Kaisar Rumawi itu.  Disebutkan  juga, bahwa  ia  mengharapkan  Mekah  akan berada di bawah kekuasaan Rumawi dan dia berambisi  ingin  menjadi  Gubernurnya.  Tetapi penduduk  Mekah  mengusirnya. Ia pergi minta perlindungan Banu Ghassan di Syam. Ia bermaksud memotong perdagangan  ke  Mekah. Tetapi  hadiah-hadiah  penduduk  Mekah sampai juga kepada Banu Ghassan. Akhirnya ia mati di tempat itu karena diracun.

Selama bertahun-tahun  Muhammad  tetap  bersama-sama  penduduk Mekah  dalam  kehidupan  masyarakat  sehari-hari. Ia menemukan dalam diri Khadijah teladan wanita terbaik; wanita yang  subur dan  penuh  kasih,  menyerahkan seluruh dirinya kepadanya, dan telah melahirkan anak-anak seperti: al-Qasim dan Abdullah yang dijuluki  at-Tahir  dan at-Tayyib, serta puteri-puteri seperti Zainab, Ruqayya, Umm Kulthum dan Fatimah. Tentang al-Qasim dan Abdullah tidak banyak yang diketahui, kecuali disebutkan bahwa mereka mati kecil pada zaman Jahiliah dan tak ada meninggalkan sesuatu  yang  patut  dicatat.  Tetapi yang pasti kematian itu meninggalkan bekas yang dalam pada orangtua  mereka.  Demikian juga pada diri Khadijah terasa sangat memedihkan hatinya.

Pada  tiap  kematian  itu  dalam zaman Jahiliah tentu Khadijah pergi menghadap sang berhala menanyakannya: kenapa  berhalanya itu tidak memberikan kasih-sayangnya, kenapa berhala itu tidak melimpahkan rasa kasihan, sehingga  dia  mendapat  kemalangan, ditimpa   kesedihan  berulang-ulang!?  Perasaan  sedih  karena kematian  anak  demikian  sudah  tentu  dirasakan  juga   oleh suaminya.  Rasa  sedih  ini selalu melecut hatinya, yang hidup terbayang pada istennya, terlihat setiap ia  pulang  ke  rumah duduk-duduk di sampingnya

Tidak begitu sulit bagi kita akan menduga betapa dalamnya rasa sedih  demikian  itu,  pada  suatu  zaman   yang   membenarkan anak-anak  perempuan dikubur hidup-hidup dan menjaga keturunan laki-laki sama dengan menjaga suatu  keharusan  hidup,  bahkan lebih  lagi  dan  itu.  Cukuplah  jadi  contoh betapa besarnya kesedihan itu, Muhammad tak dapat menahan diri atas kehilangan tersebut,   sehingga   ketika   Zaid  b.  Haritha  didatangkan dimintanya   kepada   Khadijah   supaya   dibelinya   kemudian dimerdekakannya.   Waktu   itu   orang  menyebutnya  Zaid  bin Muhammad.  Keadaan  ini  tetap  demikian  hingga  akhirnya  ia menjadi  pengikut  dan sahabatnya yang terpilih. Juga Muhammad
merasa sedih sekali ketika kemudian anaknya, Ibrahim meninggal pula.   Kesedihan  demikian  ini  timbul  juga  sesudah  Islam mengharamkan  menguburkan  anak  perempuan  hidup-hidup,   dan sesudah  menentukan  bahwa  sorga berada di bawah telapak kaki ibu.

Sudah tentu malapetaka yang menimpa Muhammad  dengan  kematian kedua   anaknya   berpengaruh   juga   dalam   kehidupan   dan pemikirannya.  Sudah  tentu  pula  pikiran  dan   perhatiannya tertuju  pada  kemalangan  yang  datang  satu  demi  satu  itu menimpa,  yang  oleh  Khadijah  dilakukan  dengan   membawakan sesajen  buat  berhala-berhala dalam Ka'bah, menyembelih hewan buat Hubal, Lat, 'Uzza dan Manat, ketiga yang terakhir

Ia  ingn  menebus  bencana  kesedihan  yang  menimpanya.  Akan tetapi,   semua  kurban-kurban  dan  penyembelihan  itu  tidak berguna sama sekali.

Terhadap anak-anaknya yang perempuan juga Muhammad  memberikan perhatian,  dengan  mengawinkan mereka kepada yang dianggapnya memenuhi syarat (kufu'). Zainab yang sulung dikawinkan  dengan Abu'l-'Ash  bin'r-Rabi' b.'Abd Syams - ibunya masih bersaudara dengan Khadijah -  seorang  pemuda  yang  dihargai  masyarakat karena   kejujuran  dan  suksesnya  dalam  dunia  perdagangan. Perkawinan  ini  serasi  juga,  sekalipun   kemudian   sesudah datangnya  Islam  -  ketika  Zainab  akan  hijrah dan Mekah ke Medinah - mereka terpisah, seperti yang akan kita lihat  lebih terperinci  nanti.  Ruqayya  dan Umm Kulthum dikawinkan dengan 'Utba dan 'Utaiba anak-anak Abu Lahab, pamannya. Kedua  isteri ini sesudah Islam terpisah dari suami mereka, karena Abu Lahab menyuruh kedua anaknya itu  menceraikan  isteri  mereka,  yang kemudian berturut-turut menjadi isteri Usman.

Ketika  itu  Fatimah  masih kecil dan perkawinannya dengan Ali baru sesudah datangnya Islam.
































































I think someone managed to complain to Bloggers.com about TDM’s blog and they automatically locked his blog for the past 2 days. No wonder there were no new articles since then. Plus, the blog lost thousands of comments from its readers. A shame really. Here what the special notice says.
On Friday June 19th, chedet.com was locked by the administration of Bloggers.com for what was termed as “suspected spam blog”. Following that chedet.com has not been able to publish any new posting pending approval by Bloggers.com.
Depsite repeated appeals Bloggers.com have yet to “unlock” chedet.com to allow for posting of new comments. Due to this measures have been taken to migrate chedet.com from Bloggers.com in an effort to avoid further disruption, hence the new page set up.
Chedet.com apologises to all readers and commentators for the inconvenience caused. Chedet.com would like to notify readers that comments for previous postings have not been attached currently while the technical team resolves certain matters. As for new postings commentators are only required to follow the simple registration steps accordingly before submitting comments.
In line with this chedet.com would like to remind commentators that critical comments are welcome but in efforts to maintain the integrity of this site and to promote healthy debate, readers are urged to refrain from using deragotary terms, name-calling and racial and seditious remarks. Such comments including comments that are UNRELATED to the posting WILL NOT be given priority…Chedet.com
I think I need a technical team too. I still have some problems when pasting pictures in this blog :) . Blogging should not be so complicated!
By the way, I love reading comments from readers of my blog. But please stay away from using profanities when writing comments especially writing nothing else but ‘F-bombs’. How to make a reply when there is nothing intelligent to read in the first place?
Anyway, thank you for reading this 50th article. Nothing much really. It is a lazy Sunday afternoon afterall. Have a good week ahead. It’s gonna be an explosive one indeed. I could almost hear Rosmah tearing her hair in anger upon learning about a certain statutory declaration, and from the other side of the town, Pak Lah is busy handing over goodies to Umno division and branch leaders from Melaka and Negeri Sembilan in PWTC.
  Gudang Lagu

















BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY (4/4)
Muhammad Husain Haekal

Malam gelap gelita tatkala mereka memikirkan akan meninggalkan kota  itu  dan  di  mana  pula  akan  tinggal.  Malam   itulah Abd'l-Muttalib  pergi dengan beberapa orang Quraisy, berkumpul sekeliling pintu Ka'bah. Dia  bermohon,  mereka  pun  bermohon minta  bantuan  berhala-berhala  terhadap  agresor  yang  akan menghancurkan Baitullah itu.
Ketika mereka sudah pergi dan seluruh  Mekah  sunyi  dan  tiba waktunya  bagi  Abraha  mengerahkan  pasukannya  menghancurkan Ka'bah dan sesudah itu akan kembali ke Yaman, ketika itu  pula wabah  cacar  datang  berkecamuk  menimpa  pasukan  Abraha dan membinasakan mereka. Serangan ini hebat sekali,  belum  pernah dialami  sebelumnya.  Barangkali  kuman-kuman  wabah  itu yang datang dibawa angin dari jurusan laut,  dan.  menular  menimpa Abraha   sendiri.   Ia  merasa  ketakutan  sekali.  Pasukannya diperintahkan pulang kembali ke Yaman, dan mereka yang tadinya menjadi  penunjuk  jalan  sudah  lari, dan ada pula yang mati. Bencana   wabah   ini   makin   hari   makin   mengganas   dan anggota-anggota  pasukan  yang  mati  sudah tak terbilang lagi banyaknya.

Sampai juga Abraha ke Shan'a' tapi badannya  sudah  dihinggapi penyakit.  Tidak  berselang  lama kemudian diapun mati seperti anggota pasukannya yang lain. Dan dengan demikian orang  Mekah mencatatnya sebagai Tahun Gajah. Dan ini yang diabadikan dalam Qur'an:

"Tidakkah kau perhatikan, bagaimana Tuhanmu  berbuat  terhadap pasukan  orang-orang  bergajah?  Bukankah Dia gagalkan rencana mereka? Dan dilepaskan di atas mereka pasukan-pasukan  burung. Melempari  mereka  dengan  batu  yang keras membakar. Sehingga mereka seperti daun-daun kering  yang  binasa  berserakan. " (Qur'an 105: 1-4)

Peristiwa  yang luarbiasa ini lebih memperkuat kedudukan Mekah dalam  arti  agama,  di  samping  itu  telah  memperkuat  pula kedudukannya   dalam   arti   perdagangan.   Juga  menyebabkan penduduknya  lebih   banyak   memperhatikan   dan   memelihara kedudukan yang tinggi dan istimewa itu serta mempertahankannya dari  segala  usaha  yang  akan  mengurangi  arti  atau   akan menye,rang  kota ini. Orang-orang Mekah lebih bersemangat lagi mempertahankan kota mereka, mengingat  kehidupan  yang  mereka peroleh  karenanya,  hidup  makmur dan mewah sejauh yang dapat kita bayangkan kemewahan hidup mereka di  daerah  padang-pasir ini, gersang dan tandus.

Kegemaran  penduduk  daerah  ini  yang  luarbiasa  ialah minum nabidh  (minuman  keras).  Dalam  keadaan  mabuk  itu   mereka menemukan   suatu  kenikmatan  yang  tak  ada  taranya!  Suatu  kenikmatan  yang  akan  memudahkan  mereka  melampiaskan  hawa nafsu,  akan  menjadikan  dayang-dayang dan budak-budak belian yang  diperjual-belikan  sebagai  barang  dagangan  itu  lebih memikat  hati  mereka.  Yang  demikian  ini mendorong semangat mereka mempertahankan kebebasan  pribadi  dan  kebebasan  kota mereka   serta   kesadaran   mempertahankan   kemerdekaan  dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang paling  enak  bagi  mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.

Di tempat itu - di samping tiga ratus buah berhala atau lebih, masing-masing  kabilah  dengan  berhalanya - pembesar-pembesar Quraisy dan  pemuka-pemuka  Mekah  duduk-duduk;  masing-masing menceritakan   hal-hal   yang   berhubungan   dengan   keadaan pedalaman, dengan  Yaman,  orang-orang  Mundhir  di  Hira  dan orang-orang  Ghassan di Suria, tentang datangnya kafilah serta lalu-lintas orang-orang pedalaman.

Kejadian  demikian  itu  sampai  kepada  mereka  dalam  bentuk cerita,  dari  suatu  kabilah kepada kabilah yang lain. Setiap kabilah mempunyai "pemancar" dan "pesawat radio" yang menerima berita-berita   kemudian   disiarkan   kembali.  Masing-masing membawa cerita yang ada hubungannya dengan berita-berita orang pedalaman,   kisah-kisah   tetangga  dan  handai-tolan  sambil minum-minum nabidh. Dan  sesudah  mereka  bermalam  suntuk  di Ka'bah  mereka  menyiapkan diri untuk hal yang sama guna lebih memuaskan  kehendak  hawa-nafsu.  Dengan  mata  batu   permata berhala-berhala  itu  menjenguk  melihat  kepada  mereka  yang sedang berdagang itu, dan mereka merasa mendapat perlindungan, karena  Ka'bah itu dijadikan Rumah Suci dan Mekah menjadi kota aman sentosa. Demikian juga berhala-berhala  mendapat  jaminan mereka,  bahwa  tak  seorangpun Ahli Kitab akan memasuki Mekah kecuali tenaga kerja yang takkan  bicara  tentang  agama  atau
kitabnya.

Itulah  sebabnya  di sana tak ada koloni-koloni Yahudi seperti di Jathrib atau Nasrani seperti di Najran. Bahkan :Ka'bah yang dijadikan  tempat paganisma yang paling suci ketika itu mereka lindungi dari  semua  yang  akan  menghinanya,  dan  merekapun berlindung  ke sana dari segala serangan. Begitulah seterusnya Mekah itu bebas berdiri sendiri, seperti kabilah-kabilah  Arab yang  bebas  pula  berdiri  sendiri-sendiri.  Mereka tidak mau kalau kebebasannya itu diganti,  dan  mereka  tidak  pedulikan cara  hidup lain selain kebebasannya ini di bawah perlindungan berhala-berhala. Masing-masing kabilah tidak  pula  terganggu, dan  tidak  pula  terpikir  oleh  mereka akan mengadakan suatu kesatuan bangsa yang kuat, seperti yang dilakukan oleh  Rumawi dan Persia dalam meluaskan kekuasaan dan melakukan peperangan.

Oleh  karena  itu  tetaplah  kabilah-kabilah  itu  semua tidak mempunyai  sesuatu  bentuk  apapun  selain   cara-cara   hidup pedalaman,  tempat  mereka mencari padang rumput untuk ternak, kemudian hidup di tengah-tengah itu  dengan  cara  hidup  yang kasar, tertarik oleh segala kebebasan, kemerdekaan, kebanggaan dan kepahlawanan.

Pada dasarnya  tempat-tempat  tinggal  di  Mekah  mengelilingi lingkungan  Ka'bah.  Jauh dekatnya rumah-rumah itu dari Ka'bah tergantung  dari  penting  dan  tingginya  kedudukan   sesuatu keluarga atau suku. Kaum Quraisy adalah yang terdekat letaknya dan paling banyak berhubungan dengan Rumah Suci itu. Merekalah yang  memegang  kuncinya  dan  kepengurusan  air  Zamzam, juga segala gelar-gelar kebangsawanan menurut  paganisma  ada  pada mereka,  yang sampai menimbulkan perang karenanya, menyebabkan adanya  persekutuan,  atau  perjanjian-perjanjian   perdamaian antar  kabilah,  yang  tetap tersimpan di dalam Ka'bah, supaya dapat disaksikan oleh sang berhala untuk  kemudian  menurunkan murkanya bagi mereka yang melanggar.

Di  belakang rumah-rumah Quraisy itu menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting  kedudukannya,  diikuti  oleh yang  lebih  rendah  lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum  budak  dan  sebangsa  kaum  gelandangan.  Termasuk  umat Kristen  dan  Yahudi  di  Mekah,  seperti kita sebutkan tadi - adalah juga budak.  Tempat-tempat  tinggal  mereka  jauh  dari Ka'bah  malah  sudah berbatasan dengan sahara. Oleh karena itu percakapan mereka tentang kisah-kisah agama, baik Kristen atau Yahudi,  tidak  sampai mendekati telinga pemuka-pemuka Quraisy dan penduduk Mekah umumnya. Letak mereka yang lebih  jauh  itu benar-benar  membuat  mereka lebih rapat lagi menutup telinga. Mereka tidak mau menyibukkan diri dengan itu. Dalam perjalanan mereka  melalui biara-biara dan tempat-tempat para rahib sudah biasa mereka mendengar cerita serupa itu.

Hanya saja apa yang sudah  mulai  diperkatakan  orang  tentang akan  datangnya seorang nabi di tengah-tengah orang Arab waktu itu, sudah cukup menimbulkan heboh. Abu  Sufyan  pernah  marah kepada   Umayya  bin  Abi'sh-Shalt  karena  arang  ini  sering mengulang-ulang cerita para rahib tentang hal serupa itu.  Dan barangkali  sesuai dengan kedudukan Abu Sufyan juga ketika itu ketika ia berkata kepada kawannya itu:  Para  rahib  itu  suka membawa  cerita  semacam itu karena mereka tidak mengerti soal agama mereka sendiri. Mereka memerlukan sekali adanya  seorang nabi  yang  akan  memberi  petunjuk kepada mereka. Tetapi kita yang sudah punya berhala-berhala, yang akan  mendekatkan  kita kepada Tuhan, tidak memerlukan lagi hal serupa itu. Kita harus menentang semua pembicaraan semacam itu.

Dapat saja ia bicara begitu. Dia, yang begitu  fanatik  kepada Mekah  dan  kehidupan  paganismanya,  tak  pernah membayangkan bahwa saatnya sudah di ambang pintu, bahwa  kenabian  Muhammad a.s. sudah dekat dan bahwa dari tanah Arab pagan yang beraneka ragam itu cahaya Tauhid dan sinar kebenaran akan  memancar  ke seluruh dunia.

Abdullah  bin  Abd'l-Muttalib  sebenarnya  adalah  pemuda yang berwajah tampan dan menarik. Menarik perhatian gadis-gadis dan wanita-wanita  Mekah.  Lebih-lebih lagi yang menarik perhatian mereka ialah kisah penebusan, dan kisah seratus ekor unta yang tidak  mau  diterima oleh Hubal kurang dari itu. Tetapi takdir sudah menentukan  Abdullah  akan  menjadi  seorang  ayah  yang paling mulia yang pernah dikenal sejarah. Demikian juga Aminah bint Wahb akan menjadi ibu bagi anak Abdullah  itu.  Ia  kawin dengan  wanita  itu  dan  selang beberapa bulan kemudian iapun meninggal. Tak ada lagi  penebusan  berupa  apapun  yang  akan melepaskan  dia  dari  maut. Tinggal lagi Aminah kemudian akan melahirkan Muhammad dan akan mati semasa yang  dilahirkan  itu masih bayi.

Pada   gambar   berikut   ini  silsilah  keturunan  Nabi  yang menerangkan    perkiraan    tahun-tahun    kelahiran    mereka masing-masing.

                      SILSILAH MUHAMMAD SAW

                            Qushayy
                          (lahir 400M)
                               |
        +----------------------+----------------------+
        |                      |                      |
  'Abd'l-'Uzza            'Abd Manaf             'Abd'd-Dar
        |                (lahir 430M)
        |                      |
        |           +----------+-----------+----------+
      Asad          |          |           |          |
        |       Muttalib    Hasyim       Naufal   'Abd Syams
        |                (lahir 464M)                 |
    Khuwailid                  |                    Umayya
        |               'Abd'l-Muttalib               |
   +----+----+            (lahir 497M)               Harb
   |         |                 |                      |
'Awwam   Khadijah              |                  Abu Sufyan
   |                           |                      |
 Zubair                        |                   Mu'awiya
                               |
   +--------+----------+-------+--+-----------+----------+
   |        |          |          |           |          |
Hamzah   'Abbas   'Abdullah   Abu Lahab   Abu Talib   Harith
                 (lahir 545M)                 |
                       |           +----------+----------+
                       |           |          |          |
                   MUHAMMAD     'Aqil       'Ali       Ja'far
                 (lahir 570M)      |          |
                                   |      +---+---+
                                   |      |       |
                                Muslim  Hasan  Husain

Catatan kaki:

 1 Kaum Sabian yang dimaksudkan di sini bukan yang dimaksudkan dalam Qur'an (2: 62), yaitu sekta Nasrani yang berpegang pada Taurat dan Injil yang belum mengalami perubahan, melainkan orang-orang Harran yang disebut oleh Ibn Taimia sebagai pusat golongan ini dan sebagai tempat kelahiran Ibrahim atau tempat ia pindah dan Irak (Mesopotamia). Di tempat ini terdapat kuil-kuil tempat menyembah bintang-bintang. Kepercayaan mereka ini sebelum datangnya agama Nasrani. Setelah datang Agama Nasrani, kepercayaan mereka menjadi campur-baur dan dikenal sebagai pseudo-Sabian. (Dikutip oleh al-Qasimi dalam Mahasin't-Ta'wil, jilid 2 hal. 154-147). Juga mereka tidak   sama dengan kaum Sabaean yang berasal dari Saba di Arab  Selatan (A)